Kubis memiliki potensi yang cukup besar untuk diusahakan. Jangkauan pasar yang sangat luas dan siklus budidaya yang relatif singkat. Meski demikian, seperti komoditas hortikultura lainnya, tanaman kubis memiliki musuh alami. Jika sampai menyerang, kerusakan yang bakal dihadapi bisa lebih dari 75%. Bahkan, banyak kasus serangannya menyebabkan kegagalan panen total.
Setidaknya ada 2 jenis hama dan 1 penyakit yang begitu meresahkan bagi petani kubis. Kedua hama tersebut adalah ulat daun dan ulat krop. Sedangkan jenis penyakit yang rawan menyerang kubis adalah akar gada.
Ulat daun menyerang kubis saat tanaman berumur 5 – 8 minggu. Ulat bernama ilmiah Plutella xylostella ini, menyebakan daun berlubang-lubang. Pada serangan berat, daun hanya bisa tersisa tulangnya saja, ulat daun ini lebih banyak ditemukan pada musim kemarau.
Karena daun menjadi rusak, maka proses fotosintesis akan terganggu. Alhasil, tanaman akan sangat kesulitan untuk tumbuh dan menghasilkan panen tidak sesuai potensinya.
Lain lagi dengan serangan Crocidolomia Binnotalis alias ulat krop. Ulat berwarna hijau ini menyerang titik tumbuh kubis dan menyebabkan tanaman tak bisa dipanen sama sekali. Karena menyerang titik fital, ulat krop juga sering diberi nama ulat jantung.Begitu meresahkannya ulat ini, sampai-sampai Balai Proteksi Pangan dan Hortikultura V, pernah menempatkannya sebagai penyebab kerusakan kubis terbesar di Jawa Tengah.
Crocidolomia Binnotalis muncul dari larva yang ditelurkan ngengat berwarna coklat krem muda berukuran 18 mm. Ngengat yang aktif pada malam hari ini, hanya telur-terlurnya di bawah daun, dan sekali bertelur bisa menghasilkan 10 – 140 butir. Larva yang baru menetas, berukuran 2 – 3 mm dan langsung memakan daun-daun muda. Siklus hidup ulat ini mencapai 33 – 42 hari.
Sedangkan pada serangan penyakit akar gada, petani lebih sering memilih memusnahkan tanaman yang terserang. Lantaran, sangat sulit bagi tanaman yang sudah terserang akar gada. Apalagi penyakit yang disebabkan cendawan Plasmodiophora brassicae ini bersifat persisten, atau bisa bertahan meski sudah belasan tahun di dalam tanah.
Ditandainya daun yang layu di siang hari, kondisi tersebut tidak terjadi di pagi atau malam hari. Bila petani melihat gejala ini, dipastikan pembentukan krop akan terhambat, mengerdil atau tak terbentuk sama sekali, dan lama-kelamaan tanaman kubis mati.
Langkah Antisipasi
Beberapa petani, mengaku mengatasi serangan ulat dengan cara manual, yaitu mengambil si ulat dan kemudian dipencet sampai mati, atau biasa disebut Phitesan . Hanya saja langkah ini cukup menguras waktu dan tenaga.
Cara lain adalah dengan penggunaan pestisida alami. Seperti hasil riset Herminanto dan Topo Sumarsono dari UnSoed, Purwokerto, menunjukkan penyemprotan ekstrak biji Srikaya Annona squamosa yang mengandung Squamosin membuat ulat tak mau memakan daun kubis. Sebanyak 15 cc ekstrak biji srikaya yang dicampur 1 liter air menurunkan aktivitas si ulat.
Agar lebih lengkap, petani juga bisa mengkombinasikannya dengan penyemprotan pestisida secara intensif. Gunakan pestisida yang bersifat kontak dan translaminar. Itu akan lebih baik dari pestisida yang hanya punya satu sifat.
Sedangkan pada akar gada, bisa dilakukan pencegahan dengan memilih benih yang sehat dan tahan terhadap patogen, pengapuran lahan yang masam, rotasi tanam untuk memutus siklus patogen dan menggunakan fungisida bahan aktif flusulfamide.